Perekonomian
Indonesia sekarang ini begitu pesat,
dimana bisa dilihat dari banyaknya jumlah usaha
yang didirikan oleh beberapa pihak yang ber-uang (memiliki uang). Dengan
banyaknya usaha tersebut maka banyak dari pengusaha mencari tambahan dana untuk
memperlancar kegiatan usahanya supaya bisa tetap going concern.
Ketika
sebuah perusahaan memutuskan untuk mencari tambahan modal (dana) kepada
perbankan maka ada beberapa data aset (kekayaan) yang harus di berikan kepada
bank untuk dijadikan sebagai jaminan.
Dengan
memenuhi segala aturan yang sudah diberlakukan oleh bank misalnya jumlah bunga
yang harus dibayar, serta jatuh tempo pelunasan kredit, dll maka kesepakatan
itu selesai. Ketika perusahaan memberikan beberapa jaminan kekayaan kepada bank
maka pihak perbankan akan melakukan penilaian atas aset atau dalam bahasa
akuntansi disebut sebagai appraisal
(Revaluasi).
Didalam
website BPK saya membaca bahwa pengertian Appraisal
adalah “ merupakan salah satu sub sektor jasa yang dapat berperan penting dalam
menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan yang kita miliki. Appraisal dilakukan oleh lembaga /
perusahaan jasa eksternal yang terlepas dari lembaga keuangan yang bersifat
independen dalam menilai properti suatu perusahaan.
Tujuan dari
dilakukannya appraisal bagi pihak
perbankan tersebut adalah untuk menilai kekayaan perusahaan yang dikaitkan
dengan seberapa jumlah kredit yang akan diberikan kepada perusahaan yang
mengajukan kredit, selain itu untuk estimasi nilai pajak, asuransi, pendapatan
dan lain-lain. Didalam melakukan appraisal
bisa dilakukan secara berkala misalnya setahun sekali, tergantung dari seberapa
besar kepentingannya.
Disini saya
hanya sedikit memberikan argumen bahwa ketika perusahaan melakukan perpanjangan
kredit di akhir tahun maka pihak perbankan alangkah baiknya melakukan revaluasi (penilaian) kembali atas
aktiva yang sudah ditanamkan perusahaan kepada bank. Saya kurang tahu apakah
perbankan ada aturan mengenai revaluasi kembali
atas aset perusahaan setalah jatuh tempo kredit??
Sepengetahuan
saya semoga saja benar, tapi kalau ada kesalahan bisa minta tolong dikoreksi :) .
Ketika di
akhir periode kredit, biasanya perbankan tidak melakukan revaluasi kembali
terhadap aset perusahaan. Tetapi biasanya dari perusahaan yang meminta bank
untuk dilakukannya revaluasi apabila perusahaan ingin menambah jumlah hutangnya
kepda bank.
Jadi memang
harus ada komunikasi antara bank dan perusahaan ketika di akhir periode jatuh
tempo kredit, mengenai revaluasi
kembali terhadap aset perusahaan. Hal ini dimaksudkan berpindahnya nasabah
dalam hal ini perusahaan ke bank lain yang memberikan nilai appraisal aset yang lebih.
Sebenarnya
hal diatas tidak berpengaruh kepada perusahaan yang tidak akan menambah nominal
kreditnya alias damai-damai saja. Tetapi dengan kondisi yang ada perusahaan
akan memutar otak untuk menjalankan kegiatan operasionalnya agar terus
berjalan. Yaitu salah satunya dananya berasal dari hutang bank :).
Ketika di
akhir periode jatuh tempo hutang, pihak perusahaan menawarkan untuk menambah
kredit bank dengan menggunakan aset yang sama (oleh karena itu dilakukannya
penilaian kembali) dan bank yang bersangkutan menolak untuk penambahan tersebut
karena ada beberapa hal maka perusahaan tersebut dimungkinkan akan lari kepada
bank lain yang menawarkan jumlah kredit yang lebih besar dengan menggunakan
aset yang sama.
Istilah ini
didunia bisnis perbankan dinamakan dengan istilah takeover. Menurut buku
Management Kredit Bank menyatakan bahwa “takeover
adalah merupakan suatu istilah yang dipakai dalam dunia perbankan dalam hal
pihak ketiga memberi kredit kepada debitur yang bertujuan untuk melunasi
hutang/kreditur kepada kreditur awal dan memberikan kredit baru kepada debitur
sehingga kedudukan pihak ketiga ini
menggantikan kedudukan kreditur awal. Peristiwa peralihan hutang ini
identik dengan peristiwa SUBROGASI
sesuai pasal 1400 KUHPerdata. Yang menyatakan bahwa subrogasi adalah pemindahan hak kreditur kepada seorang pihak
ketiga yang membayar kepada kreditor, dapat terjadi karena persetujuan atau kerena
undang-undang. Subrogasi ini bisa
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
KREDITUR AWAL -
DEBITUR - PIHAK KETIGA (KREDITUR BARU)
Cara
Terjadinya Subrogasi atau istilah lainnya Takeover
Ada 2 cara
terjadinya Subrogasi atau istilah lainny takeover , yaitu:
a. Terjadi
karena persetujuan (secara langsung)
1)
inisiatif kreditur yaitu kreditur
dan pihak ketiga bertemu dan sama-sama mengetahui bahwa pihak ketiga akan
menggantikan kedudukannya sebagai kreditur atas debitur yang bersangkutan, subrogasi ini dilakukan dan dinyatakan
dengan tegas bersamaan pada waktu pembayaran, hal ini sesuai dalam pasal 1401
(1) KUHPerdata.
2)
inisiatif debitur yaitu pihak debitur meminjam uang kepada pihak ketiga
untuk melunasi hutangnya kepada kreditur dan menetapkan bahwa pihak ketiga
tersebut akan mengambil alih posisi kreditur. Agar subrogasi jenis ini sah baik perjanjian pinjam uang ataupun
pelunasananya harus dibuat dengan akta autentik, dan dinyatakan secara jelas
dan tegas bahwa tujuan pembayaran adalah untuk melunasi hutang di kreditur awal
dan secara tegas pula dalam bukti pelunasan dinyatakan bahwa pelunasan ini
berasal dari pihak ketiga. Masih terdapat pertentangan mengenai perlu tidaknya
bukti pelunasan dibuat secara otentik, sebab prinsip dari pasal 1401 ayat 2
menerangkan bahwa tidak perlu campur tangan dari pihak kreditur. Seandainya
dibuat dalam bentuk autentik, maka antara pihak debitur dan pihak ketiga serta
pihak kreditur wajib untuk ikut menandatangani akta autentik tersebut, yang
berarti pihak kreditur tetap dilibatkan dalam proses subrogasi. Oleh karenanya dianggap telah cukup menjadi bukti bahwa
tanda pelunasan harus berisi keterangan bahwa pembayaran dilakukan dengan
menggunakan uang yang dipinjam dari pihak ketiga sebagai kreditur baru.34 Subrogasi ini dapat dilakukan tanpa
perlu campur tangan pihak kreditur. Hal ini sesuai dalam Pasal 1401 (2)
KUHPerdata.
b. Terjadi
karena undang-undang (secara tidak langsung)
Subrogasi
ini diatur dalam pasal 1402 KUHPerdata yang salah satu ayatnya menyatakan bahwa
subrogasi terjadi pada saat seorang kreditur yang melunasi hutang seorang
debitur kepada seorang kreditur lain yang berdasarkan hak istimewa atau
hipotiknya mempunyai hak yang lebih tinggi daripada kreditur pertama.
Mekanisme
Peralihan Kredit ( take over ) yang terjadi adalah :
-
Dimulai dari
permohonan kredit oleh debitur, penyerahan semua kelengkapan data dan
syarat-syarat pengajuan kredit, dilakukannya survey oleh Credit offficer (BI
Checking, Trade Checking, wawancara debitur serta apraisal/penilaian
ulang jaminan), apabila memenuhi syarat maka dilanjutkan pembuatan proposal
kredit yang akan di ajukan kepada komite kredit. Jika proposal disetujui oleh
komite kredit maka dilanjutkan dengan penandatanganan akad kredit dan
pengikatan jaminan yang wajib dihadiri pihak bank, debitur dan pasangan ( serta
penjamin jika ada ). Setelah melakukan pengikatan jaminan maka debitur dengan
didampingi marketing menuju ke kreditur awal untuk melakukan pelunasan dengan
dana yang diperoleh dari pihak ketiga. Apabila pelunasan telah dilakukan, maka
wajib meminta slip tanda pelunasan serta asli bukti kepemilikan jaminan untuk
selanjutnya dapat dibebani Hak Tanggungan dengan terlebih dahulu dilakukan roya (pencoretan hak) atas nama
kreditur awal.
-
Akibat hukum
dari proses peralihan kredit tersebut adalah berakhirnya hubungan hukum antara
kreditur awal dengan debitur. Objek jaminan yang akan dijaminkan harus
dilakukan roya terlebih dahulu dan kemudian baru dibebani Hak Tanggungan. Akta
Pembebanan hak Tanggungan tidak dapat langsung ditandatangani antara kreditur
dan debitur dikarenakan asli jaminan belum berada di tangan notaris. Hal yang
dilakukan pada saat pengikatan jaminan didahului dengan penandatanganan Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk kemudian menjadi dasar dalam
penandatanganan Akta Pembebanan Hak tanggungan.
Jadi dengan
adanya sistem takeover ini akan
memberikan dampak positif kepada perusahaan dimana akan terbantu sistem
keuangan yang bisa digunakan untuk kegiatan operasionalnya. Dan bagi perbankan
saya kurang tahu dampak dari take over ini. Tetapi kalau saya amati dengan
adanya takeover ini maka bank juga merasa diuntungkan yaitu untuk mengurangi
kerugian apabila perusahaan (debitur) tidak sanggup bayar ;).
Sumber :
http://sosok-puskopdit.blogspot.com/2007/12/manajemen-singkat-tentang-perkreditan.html
Untung Budi, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2000,hal 12
Firdaus, Rachmat, Manajemen Kredit Bank, PT Purna Sarana Lingga Utama, Bandung,
1986,
/PERBANKAN_DI_INDONESIA_DAN_PERANANNYA_TERHADAP_PEREKONOMIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar